Alkisah,
ada seorang anak yang dikirim oleh orang tuanya ke sekolah asrama. Sebelum
dikirim ke sekolahnya yang baru, si anak adalah anak yang terbilang cerdas. Dia
selalu berada di puncak kompetisi dan selalu menjadi juara kelas.
Tetapi
semuanya berubah ketika si anak berpindah sekolah. Nilainya mulai menurun.
Teman-temannya pun mulai mengejeknya. Sampai akhirnya anak ini merasa kesepian
di setiap waktunya. Ketika malam datang, dia selalu merasa ingin mengakhiri
hidupnya. Dia merasa tidak berharga dan tidak ada lagi orang yang mencintainya.
Orangtuanya
mulai khawatir akan kondisi si anak. Tapi bahkan mereka tidak tahu apa yang
salah dari diri anaknya. Ayah dan ibunya memutuskan untuk mengunjungi si anak
dan berbicara dari hati ke hati.
Mereka
duduk di tepi danau dekat sekolahnya, Sang ayah mulai bertanya kepada anaknya
hal-hal ringan tentang sekolah dan gurunya. Lalu bertanyalah ia kepada anaknya,
“Anakku, tahukah kamu kenapa ayah berada di sini hari ini?”
Si
anak menjawab, “Untuk memeriksa nilaiku.”
“Tidak,
tidak tentang itu. Ayah di sini tidak akan mempersoalkan tentang nilaimu. Ayah
ingin memberitahu kalau kamu adalah milik ayah yang paling berharga. Ayah tak
peduli pada nilaimu, ayah peduli padamu. Ayah peduli pada kebahagiaanmu.”
Kata-kata
ini membuat si anak berderai air mata. Ia memeluk ayahnya dan mereka berpelukan
untuk waktu yang lama. Sekarang si anak merasa bahwa ia dibutuhkan, merasa
bahwa hidupnya berarti. Dan sejak saat itu tidak ada orang yang pernah melihat
dia merasa sedih dan kesepian.
Pelajaran
yang dapat kita petik adalah, buatlah anak Anda merasa berharga di setiap detik
hidupnya. Dukunglah apa yang menjadi kegemarannya tanpa Anda terus
mempermasalahkan nilai-nilai akademisnya. Memang, nilai akademis itu penting,
tetapi jika ternyata anak Anda memiliki potensi lain dalam dirinya, kenapa
tidak Anda coba untuk selalu mendukungnya. Siapa tahu kelak dia lebih sukses
dengan potensinya.