BLOG INI.........DIPUBLIKASIKAN SEJAK 30 JANUARI 2010..........Subhanallah walhamdulillah wa laa ilaha illallah wallahu akbar....... Astaghfirullaahal 'adzhiim, walil muslimiina wal muslimaat.....Mil ladun aadama ilaa yaumil qiyaamah......Amiin yaa rabbal alamiin.....Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad.......Ya Allah, lindungilah negeri ini dari kejahatan maupun perbuatan serta persengkokolan orang-orang munafik........SEMOGA ALLAH SWT MERIDHOI AMAL & KEBAJIKAN YANG KITA LAKUKAN....AMIIN YAA RABBAL ALAMIIN...HIDUP MULIA ATAU MATI SYAHID.........

>

Jumat, 21 September 2018

MAKNA KALIMAT TAUHID




Kalimat laa ilaaha illallah ini mengandung makna penafian (peniadaan) sesembahan selain Allah dan menetapkannya untuk Allah semata.


Allah SWT berfirman:


“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah.” (Muhammad: 19)
Mengetahui makna laa ilaaha illallah adalah wajib dan harus didahulukan dari seluruh rukun yang lainnya.

Nabi bersabda:



“Barangsiapa mengucapkan laa ilaaha illallah dengan Keikhlasan hati, pasti ia masuk Surga.” (HR. Ahmad, hadits shahih)

Orang yang ikhlas ialah yang memahami laa ilaaha illallah, mengamalkannya, dan menyeru kepadanya sebelum menyeru kepada yang lainnya. Sebab kalimat ini mengandung tauhid (pengesaan Allah), yang karenanya Allah menciptakan alam semesta ini.

Rasulullah menyeru pamannya Abu Thalib ketika menjelang ajal,


“Wahai pamanku, katakanlah, ‘Laa ilaaha illallah’ (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah), seuntai kalimat yang aku akan berhujjah dengannya untukmu di sisi Allah, maka ia (Abu Thalib) enggan mengucapkan laa ilaaha illallah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Rasulullah tinggal di Makkah selama 13 tahun, beliau mengajak (menyeru) bangsa Arab: 

“Katakanlah, ‘Laa ilaaha illallah’ (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah), maka mereka menjawab: ‘Hanya satu tuhan, kami belum pernah mendengar seruan seperti ini?’ Demikian itu, karena bangsa Arab memahami makna kalimat ini. Sesungguhnya barangsiapa mengucapkannya, niscaya ia tidak menyembah selain Allah. Maka mereka meninggalkannya dan tidak mengucapkannya. 

Allah berfirman kepada mereka:


“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka, ‘Laa ilaaha illallah (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah)’, mereka menyombongkan diri, dan mereka berkata, Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila? ‘Sebenarnya dia (Muhammad) telah datang membawa kebenaran dan membenarkan rasul-rasul (sebelumnya)’.” (Ash-Shaffat: 35-37)

Dan Rasulullah bersabda:

“Barangsiapa mengucapkan, ‘Laa ilaaha illallah’ (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) dan mengingkari sesuatu yang disembah selain Allah, maka haram hartanya dan darah-nya (dirampas/diambil).” (HR. Muslim)

Makna hadits tersebut, bahwasanya mengucapkan syahadat mewajibkan ia mengkufuri dan mengingkari setiap peribadatan kepada selain Allah, seperti berdo’a (memohon) kepada mayit, dan lain-lain-nya. Ironisnya, sebagian orang-orang Islam sering mengucapkan syahadat dengan lisan-lisan mereka, tetapi mereka menyelisihi maknanya dengan perbuatan-perbuatan dan permohonan mereka kepada selain Allah.
Laa ilaaha illallah adalah asas (pondasi) tauhid dan Islam, pedoman yang sempurna bagi kehidupan. Ia akan terealisasi dengan mempersembahkan setiap jenis ibadah untuk Allah. Demikian itu, apabila seorang muslim telah tunduk kepada Allah, memohon kepadaNya, dan menjadikan syari’atNya sebagai hukum, bukan yang lain-nya.

Ibnu Rajab berkata: “Al-Ilaah (Tuhan) ialah Dzat yang dita’ati dan tidak dimaksiati, dengan rasa cemas, pengagungan, cinta, takut, pengharapan, tawakkal, meminta, dan berdo’a (memohon) ke-padaNya. Ini semua tidak selayaknya (diberikan) kecuali untuk Allah . Maka barangsiapa menyekutukan makhluk di dalam sesuatu per-kara ini, yang ia merupakan kekhususan-kekhususan Allah, maka hal itu akan merusak kemurnian ucapan laa ilaaha illallah dan mengandung penghambaan diri terhadap makhluk tersebut sebatas perbuatannya itu.

Sesungguhnya kalimat “Laa ilaaha illallah” itu dapat bermanfaat bagi yang mengucapkannya, bila ia tidak membatalkannya dengan suatu kesyirikan, sebagaimana hadats dapat membatalkan wudhu seseorang.

Rasulullah bersabda:

”Barangsiapa yang akhir ucapannya laa ilaaha illallah, pasti ia masuk Surga.” (HR. Hakim, hadits hasan)/Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu


Selasa, 18 September 2018

UMUR, WAKTU DAN HIJRAH


Tahun kemarin sudah berganti dengan tahun yang baru. Setiap tahun yang terlewatkan menjadi ukuran bahwa umur seseorang telah berkurang. Semakin sedikit jatah hidup didunia dan harus berkorelasi dengan penggunaan waktu.
Dalam sebuah hadist, dari Abdullah bin Ummar RA, Rasulullah SAW pernah memegang pundak Abdullah bin Ummar RA kemudian beliau bersabda, "Jalani hidup di dunia seakan-akan kamu orang asing atau orang yang sedang dalam perjalanan. Apabila kamu berada pada waktu sore, janganlah kamu menunggu-nunggu waktu pagi. Apabila kamu berada pada waktu pagi, janganlah kamu menunggu-nunggu waktu sore. Manfaatkanlah hidupmu didunia, untuk hidupmu sesudah mati." (HR Imam al- Bukhari).
 "Ada dua nikmat yang disia-siakan oleh mayoritas manusia, yaitu kesehatan dan waktu luang." (HR Imam al-Bukhari). Ada beberapa pelajaran berharga dari hadis ini. Pertama, berhijrah. Jika selama ini tidak tepat waktu shalat, mulai hari ini shalat tepat waktu. Dilanjutkan dengan evaluasi penggunaan waktu, untuk apa saja waktu itu kita gunakan selama ini. Waktu sebaiknya digunakan untuk beribadah kepada Allah SWT, kemudian bekerja dan berkarya menurut kemampuan kita masing-masing.
Jika selama ini waktu masih dipergunakan untuk hal yang tidak baik atau tidak bermanfaat, hendaknya segera kita tinggalkan atau kita jauhi,dan segera hijrah total dari perilaku buruk ini.
Kedua, mengoreksi diri atas kegagalan yang dilakukan.
Setiap orang pernah gagal, tetapi jangan gagal terus-menerus. Gagal beberapa kali untuk bangkit kembali. Kegagalan kita jadikan pelajaran yang berharga, sehingga dapat memperbaiki diri dan beramal untuk meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Ketiga, memperbaiki hubungan dengan Allah. Apa pun yang terjadi, mulai dari bencana hingga kesulitan, tidak membuatnya berpersepsi negatif kepada Allah SWT. Semua harus dijalani untuk menjadi manusia yang berhasil, yang bisa menjalani hidup dengan penuh istiqamah.
Keempat, perbaikan sebagai makhluk sosial (hablu mina naas). Manusia pada dasarnya makhluk sosial, tidak bisa hidup individualis. Jalinan sosial atau berinteraksi dengan sesama dan saling membantu dalam kebaikan, diniatkan beribadah kepada Allah SWT. Bagaimanapun rezeki datangnya dari Allah. Tetapi, berbuat baik kepada orang lain adalah perintah Allah SWT.

Rabu, 05 September 2018

HIJRAH DI ZAMAN......NOW !!

HIJRAH DI ZAMAN...NOW !!
Istilah “hijrah” menjadi lebih populer dizaman ini. Hijrah yang dimaksudkan yaitu mulai kembali kepada kehidupan beragama, berusaha mematuhi perintah Allah, menjauhi larangan-Nya dan berusaha menjadi lebih baik, karena sebelumnya tidak terlalu peduli atau sangat tidak peduli dengan aturan agama. Istilah ini dibenarkan, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa orang yang berhijrah (muhajir) adalah orang yang meninggalkan larangan Allah dan kembali kepada Allah dan agamanya.
Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
ﻭَﺍﻟْﻤُﻬَﺎﺟِﺮُ ﻣَﻦْ ﻫَﺠَﺮَ ﻣَﺎ ﻧَﻬَﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻪ
”Dan Al-Muhaajir (orang yang berhijrah) adalah orang yang meninggalkan larangan Allah”.
Sangat membuat kita sedih, ketika ada sebagian saudara kita yang “hijrahnya gagal” yaitu tidak istiqamah di atas agama, kembali lagi ke dunia kelamnya yang dahulu dan kembali melanggar larangan Allah.
Berikut kiat-kiat agar “hijrah tidak gagal” dan dapat istiqamah di jalan agama:

1. Berniat ikhlas ketika hijrah
Hijrah bukan karena tendensi dunia atau kepentingan dunia tetapi ikhlas karena Allah. Seseorang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya dan sesuai dengan niat hijrahnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﺍْﻷَﻋْﻤَﺎﻝُ ﺑِﺎﻟﻨِّﻴَّﺎﺕِ ﻭَﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻟِﻜُﻞِّ ﺍﻣْﺮِﺉٍ ﻣَﺎ ﻧَﻮَﻯ . ﻓَﻤَﻦْ ﻛَﺎﻧَﺖْ ﻫِﺠْﺮَﺗُﻪُ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟِﻪِ ﻓَﻬِﺠْﺮَﺗُﻪُ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟِﻪِ، ﻭَﻣَﻦْ ﻛَﺎﻧَﺖْ ﻫِﺠْﺮَﺗُﻪُ ﻟِﺪُﻧْﻴَﺎ ﻳُﺼِﻴْﺒُﻬَﺎ ﺃَﻭْ ﺍﻣْﺮَﺃَﺓٍ ﻳَﻨْﻜِﺤُﻬَﺎ ﻓَﻬِﺠْﺮَﺗُﻪُ ﺇِﻟَﻰ ﻣَﺎ ﻫَﺎﺟَﺮَ ﺇِﻟَﻴْﻪِ
“Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan. Maka barangsiapa hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya. Dan barangsiapa hijrahnya karena dunia yang ingin ia dapatkan atau mendapatkan wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya kepada apa yang ia inginkan itu.” 
Bahkan kita tetap harus meluruskan niat ketika telah hijrah agar tetap istiqamah, karena yang namanya hati sering berubah-ubah dan mudah berubah niatnya. Niat dan ikhlas adalah perkara yang berat untuk dijaga agar istiqamah dan sangat membutuhkan pertolongan Allah.

2. Segera mencari lingkungan yang baik dan sahabat yang shalih
Ini adalah salah satu kunci utama sukses hijrah, yaitu memiliki teman dan sahabat yang membantu untuk dekat kepada Allah dan saling menasehati serta saling mengingatkan. Hendaknya kita selalu berkumpul bersama sahabat yang shalih dan baik akhlaknya.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur)” (QS. At-Taubah: 119).
Agama seseorang itu sebagaimana agama teman dan sahabatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً
“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang shalih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” 
Perlu diperhatikan bahwa hati manusia lemah, apalagi ketika sendiri. Perlu dukungan, saling menasehati antar sesama. Selevel Nabi Musa ‘alaihissalam saja memohon kepada Allah agar mempunyai teman seperjuangan yang bisa membantunya dan membenarkan perkataannya, yaitu Nabi Harun ‘alaihissalam. Beliau berkata dalam Al-Quran,
وَأَخِي هَارُونُ هُوَ أَفْصَحُ مِنِّي لِسَاناً فَأَرْسِلْهُ مَعِيَ رِدْءاً يُصَدِّقُنِي إِنِّي أَخَافُ أَن يُكَذِّبُونِ
“Dan saudaraku Harun dia lebih fasih lidahnya daripadaku, maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkataan)ku; sesungguhnya aku khawatir mereka akan mendustakanku” (QS. Al-Qashash: 34).
Mereka yang “gagal hijrah” bisa jadi disebabkan karena masih sering berkumpul dan bersahabat dekat dengan teman-teman yang banyak melanggar larangan Allah.

 3. Menguatkan fondasi dasar tauhid dan akidah yang kuat dengan mengilmui dan         memahami makna syahadat dengan baik dan benar
Syahadat adalah dasar dalam agama. Kalimat ini tidak sekedar diucapkan akan tetapi kalimat ini mengandung makna yang sangat mendalam dan perlu dipelajari lebih mendalam. Allah menjelaskan dalam Al-Quran bahwa kalimat syahadat akan meneguhkan seorang muslim untuk kehidupan dunia dan akhirat jika benar-benar mengilmui dan mengamalkannya.
Allah Ta’ala berfirman,
يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan Allah memperbuat apa yang Dia kehendaki” (QS. Ibrahim: 27).
Maksud dari “Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh…” sebagaimana dalam hadits berikut.
الْمُسْلِمُ إِذَا سُئِلَ فِى الْقَبْرِ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، فَذَلِكَ قَوْلُهُ ( يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِى الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِى الآخِرَةِ 
“Jika seorang muslim ditanya di dalam kubur, lalu ia berikrar bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, maka inilah tafsir ayat: ‘Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat’” (HR. Bukhari dan Muslim).
 4. Mempelajari Al-Quran dan mengamalkannya
Tentu saja, karena Al-Quran adalah petunjuk bagi kehidupan di dunia agar selamat dunia dan akhirat. Sebagaimana seseorang yang hendak pergi ke suatu tempat, tentu perlu petunjuk dan arahan berupa peta dan penunjuk jalan semisalnya. Jika tidak menggunakan peta dan tidak ada orang yang memberi petunjuk, tentu akan tersesat dan tidak akan sampai ke tempat tujuan. Apalagi ternyata ia tidak tahu bagaimana cara membaca peta, tidak tahu cara menggunakan petunjuk yang ada serta tidak ada penunjuk jalan, tentu tidak akan sampai dan selamat.
Allah menurunkan Al-Quran untuk meneguhkan hati orang yang beriman dan sebagai petunjuk. Membacanya juga dapat memberikan kekuatan serta kemudahan dalam beramal shalih dan berakhlak mulia dengan izin Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ لِيُثَبِّتَ الَّذِينَ آمَنُوا وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
“Katakanlah: ‘Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al-Quran itu dari Rabbmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)’” (QS. An-Nahl: 102).
Allah Ta’ala  juga berfirman,
هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ
“Al-Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman” (QS. Fushilat: 44).

5. Berusaha tetap terus beramal walaupun sedikit
Ini adalah kuncinya, yaitu tetap beramal sebagai buah ilmu. Amal adalah tujuan kita berilmu, bukan sekedar wawasan saja, karenanya kita diperintahkan tetap terus beramal meskipun sedikit dan ini adalah hal yang paling dicintai oleh Allah.
Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
“Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” 
Beramal yang banyak dan terlalu semangat juga kurang baik, apalagi tanpa ada ilmu di dalam amal tersebut, sehingga nampakanya seperti semangat di awal saja tetapi setelahnya kendur bahkan sudah tidak beramal lagi.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, ia mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata padanya,
يَا عَبْدَ اللَّهِ ، لاَ تَكُنْ مِثْلَ فُلاَنٍ ، كَانَ يَقُومُ اللَّيْلَ فَتَرَكَ قِيَامَ اللَّيْلِ
“Wahai ‘Abdullah, janganlah engkau seperti si fulan. Dulu dia biasa mengerjakan shalat malam, namun sekarang dia tidak mengerjakannya lagi.” 

6. Sering berdoa dan agar istiqomah dan ikhlas
Tentunya tidak lupa kita berdoa, agar bisa tetap istiqamah beramal dan beribadah sampai menemui kematian.
Allah Ta’ala berfirman,
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu al-yaqin (yakni ajal)” (QS. Al-Hijr: 99).
Doa berikut  ini sebaiknya sering kita ucapkan dan sudah selayaknya kita hafalkan.
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
‘Rabbanaa Laa Tuzigh Quluubanaa Ba’da Idz Hadaitanaa wa Hab Lanaa Min-Ladunka Rahmatan, innaka Antal-Wahhaab’
“Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Dzat yang Maha Pemberi (karunia)” (QS. Ali Imran: 8).
Dan doa ini,
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ
‘Ya Muqallibal Quluubi Tsabbit Qalbiy ‘Alaa Diinika’.
“Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.”
Tidak lupa pula kita selalu berusaha dan berdoa agar kita ikhlas dalam beribadah dan beramal. Ikhlas hanya untuk Allah semata serta jauh dari riya, mengharapkan pujian manusia dan tendensi dunia. Semoga kita selalu diberikan keikhlasan dan keistiqamahan dalam beramal (dr. Raehanul Bahraen).

TIME IS SWORD