Kalimat laa ilaaha
illallah ini mengandung makna penafian (peniadaan) sesembahan selain Allah dan
menetapkannya untuk Allah semata.
Allah SWT berfirman:
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tiada Tuhan yang berhak
disembah melainkan Allah.” (Muhammad: 19)
Mengetahui makna laa ilaaha illallah adalah wajib dan harus
didahulukan dari seluruh rukun yang lainnya.
Nabi bersabda:
“Barangsiapa mengucapkan laa ilaaha illallah dengan
Keikhlasan hati, pasti ia masuk Surga.” (HR. Ahmad, hadits shahih)
Orang yang ikhlas ialah yang memahami laa ilaaha illallah,
mengamalkannya, dan menyeru kepadanya sebelum menyeru kepada yang lainnya.
Sebab kalimat ini mengandung tauhid (pengesaan Allah), yang karenanya Allah
menciptakan alam semesta ini.
Rasulullah menyeru pamannya Abu Thalib ketika menjelang ajal,
“Wahai pamanku, katakanlah, ‘Laa ilaaha illallah’ (Tiada
Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah), seuntai kalimat yang aku akan
berhujjah dengannya untukmu di sisi Allah, maka ia (Abu Thalib) enggan
mengucapkan laa ilaaha illallah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Katakanlah, ‘Laa ilaaha illallah’ (Tiada Tuhan yang
berhak disembah melainkan Allah), maka mereka menjawab: ‘Hanya satu tuhan, kami
belum pernah mendengar seruan seperti ini?’ Demikian itu, karena bangsa Arab
memahami makna kalimat ini. Sesungguhnya barangsiapa mengucapkannya, niscaya ia
tidak menyembah selain Allah. Maka mereka meninggalkannya dan tidak
mengucapkannya.
Allah berfirman kepada mereka:
“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka,
‘Laa ilaaha illallah (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah)’,
mereka menyombongkan diri, dan mereka berkata, Apakah sesungguhnya kami harus
meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila? ‘Sebenarnya
dia (Muhammad) telah datang membawa kebenaran dan membenarkan rasul-rasul
(sebelumnya)’.” (Ash-Shaffat: 35-37)
Dan Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa mengucapkan, ‘Laa ilaaha illallah’ (Tiada Tuhan
yang berhak disembah melainkan Allah) dan mengingkari sesuatu yang disembah
selain Allah, maka haram hartanya dan darah-nya (dirampas/diambil).” (HR.
Muslim)
Makna hadits tersebut, bahwasanya mengucapkan syahadat
mewajibkan ia mengkufuri dan mengingkari setiap peribadatan kepada selain
Allah, seperti berdo’a (memohon) kepada mayit, dan lain-lain-nya. Ironisnya, sebagian orang-orang Islam sering mengucapkan
syahadat dengan lisan-lisan mereka, tetapi mereka menyelisihi maknanya dengan
perbuatan-perbuatan dan permohonan mereka kepada selain Allah.
Laa ilaaha illallah adalah asas (pondasi) tauhid dan Islam,
pedoman yang sempurna bagi kehidupan. Ia akan terealisasi dengan
mempersembahkan setiap jenis ibadah untuk Allah. Demikian itu, apabila seorang
muslim telah tunduk kepada Allah, memohon kepadaNya, dan menjadikan syari’atNya
sebagai hukum, bukan yang lain-nya.
Ibnu Rajab berkata: “Al-Ilaah (Tuhan) ialah Dzat yang
dita’ati dan tidak dimaksiati, dengan rasa cemas, pengagungan, cinta, takut,
pengharapan, tawakkal, meminta, dan berdo’a (memohon) ke-padaNya. Ini semua
tidak selayaknya (diberikan) kecuali untuk Allah . Maka barangsiapa
menyekutukan makhluk di dalam sesuatu per-kara ini, yang ia merupakan
kekhususan-kekhususan Allah, maka hal itu akan merusak kemurnian ucapan laa
ilaaha illallah dan mengandung penghambaan diri terhadap makhluk tersebut
sebatas perbuatannya itu.
Sesungguhnya kalimat “Laa ilaaha illallah” itu dapat
bermanfaat bagi yang mengucapkannya, bila ia tidak membatalkannya dengan suatu
kesyirikan, sebagaimana hadats dapat membatalkan wudhu seseorang.
Rasulullah bersabda:
”Barangsiapa yang akhir ucapannya laa
ilaaha illallah, pasti ia masuk Surga.” (HR. Hakim, hadits hasan)/Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu