Jumat, 28 Juli 2017

MENCARI KEBAHAGIAAN HIDUP

Coba kamu tebak, kira-kira siapa atlit yang paling bahagia dan paling tidak berbahagia ??? atlit peraih Emas, Perak atau Perunggu ?!
Yang paling bahagia adalah atlit peraih perunggu, karena dia merasa beruntung dapat medali daripada tidak sama sekali, yang merasa kurang beruntung adalah peraih perak. Karena dia merasa sedikit lagi, dia akan meraih emas.
Namun demikian yang namanya Kebahagiaan itu, bersifat relatif karena persepsinya berbeda dan berubah dari waktu ke waktu, bro !!
Orang mengeluh bahwa dirinya tidak bahagia..... Hal ini terutama disebabkan, ketika mencapai suatu level tertentu, namun ketika melihat orang lain, ternyata kita ingin menjadi seperti orang lain.
Secara umum berbahagia  adalah mensyukuri apa yang sudah dimiliki dan tidak menyesali apa yang tidak dimiliki.
(Namun jangan disalahartikan menjadi tidak mau berusaha, tidak mau menggali potensi dan berkelit dari tanggung jawab, karena merasa sudah bahagia).
Kebahagiaan adalah deviasi dari tiga Faktor :
  1. Persepsi Hal ini terutama Diawal, Asumsi bahwa kebahagiaan diperoleh jika berada pada kondisi tertentu berdasarkan informasi dan pengalaman orang lain.
  2. Potensi : Di tengah, ketika kebahagiaan dihitung berdasarkan besar kecil usaha untuk mencapai kebahagiaan bukan berdasarkan potensi
  3. Prestasi : di akhir, yaitu ketika Kebahagiaan diukur berdasarkan apa yang dapat dilihat.
Bahagia bisa diperoleh jika kita berhasil mencapai Prestasi . Namun kebahagiaan tetap bisa diperoleh walaupun tidak berhasil. Yaitu jika kita meyakini bahwa kita sudah mengerahkan semua potensi terbaik yang kita miliki.
Banyak orang menjalani hidup, tapi tidak menikmati hidup karena berorientasi kepada hasil bukan pada proses.  Untuk dapat menikmati hidup, maka kita harus menganggap bahwa setiap hari adalah hari terakhir kita, dan menikmati proses yang terjadi.
Orang melihat kebahagiaan sebagai hasil dari kesuksesan. Padahal banyak orang sukses ternyata tidak Bahagia.
Ada 4 tipe manusia :
  1. Sukses dan bahagia
  2. Sukses tapi tidak bahagia
  3. Tidak sukses tapi bahagia
  4. Tidak sukses dan tidak bahagia
Musuh terbesar kebahagiaan adalah KEGAGALAN.  Ketika seseorang mengatakan gagal, maka dia menutup diri sendiri dari kemungkinan berhasil. Seharusnya bukan gagal tapi belum berhasil. Orang yang tidak pernah gagal, adalah orang yang tidak pernah mencoba dan itu adalah kegagalan terbesar. Kegagalan adalah cara Allah memberikan Inspirasi bahwa cara yang kita lakukan tidak tepat. Jadi gagal sebenarnya bukan situasi, tapi persepsi yang kita ciptakan sendiri. Persepsi kita bisa mengatakan, bahwa gagal itu permanen atau temporer.
Kebahagiaan :
  1. Positive Emotion
  2. Engagement (Flowing/Keterlibatan) à Khusyu
  3. Relationship
  4. Meaning
  5. Accomplishment
Orang sukses jika happines level lebih tinggi walaupun skill lebih rendah. Kalau bahagia tapi skill kurang, maka akan mencari cara untuk meningkatkan skill.
MENCARI BAHAGIA MENURUT AL QURAN DAN AS SUNAH dilakukan dengan:
  1. Beriman dan beramal salih.
    “Siapa yang beramal salih baik laki-laki ataupun perempuan dalam keadaan ia beriman, maka Kami akan memberikan kepadanya kehidupan yang baik dan Kami akan membalas mereka dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang mereka amalkan.” (An-Nahl: 97).
  2. Khusyu : Menyatukan Jiwa, Pikiran dan Badan.
  3. Bangun lebih pagi : Asah pikiran dan hati untuk mengembangkan diri, Olah raga, Bereskan hal2 kecil, Meditasi
  4. Banyak mengingat Allah .
    Dengan berzikir kita akan mendapat kelapangan dan ketenangan sekaligus bebas daripada rasa gelisah dan gundah gulana. Firman Allah: “Ketahuilah dengan mengingat (berzikir) kepada Allah akan tenang hati itu.” (Ar-Ra’d: 28)
  5. Bersandar kepada Allah.
    Dengan cara ini seorang hamba akan memiliki kekuatan jiwa dan tidak mudah putus asa dan kecewa. Allah berfirman:“Siapa yang bertawakal kepada Allah maka Allah akan mencukupinya.” (Ath-Thalaq: 3)
  6. Sentiasa mencari peluang untuk berbuat baik.
    Berbuat baik kepada makhluk dalam bentuk ucapan mahupun perbuatan dengan ikhlas dan mengharapkan pahala daripada Allah akan memberi ketenangan hati.
    Firman-Nya: “Tidak ada kebaikan dalam kebanyakan bisikan-bisikan mereka kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh ( manusia) untuk bersedekah atau berbuat kebaikan dan ketaatan atau memperbaiki hubungan di antara manusia. Barang siapa melakukan hal itu karena mengharapkan keredaan Allah, nescaya kelak Kami akan berikan padanya pahala yang besar.” (An-Nisa: 114)
  7. Tidak panjang angan-angan tentang masa depan dan tidak meratapi masa silam.
    BerFikir tetapi jangan kuatir. Jangan banyak berangan-angan terhadap masa depan yang belum pasti. Ini akan menimbulkan rasa gelisah oleh kesukaran yang belum tentu datang. Juga tidak terus meratapi kegagalan dan kepahitan masa lalu karena apa yang telah berlalu tidak mungkin dapat dikembalikan semula. Rasulullah SAW bersabda: “Bersemangatlah untuk memperoleh apa yang bermanfaat bagimu dan minta tolonglah kepada Allah dan janganlah lemah. Bila menimpamu sesuatu (dari perkara yang tidak disukai) janganlah engkau berkata: “Seandainya aku melakukan ini niscaya akan begini dan begitu,” akan tetapi katakanlah: “Allah telah menetapkan dan apa yang Dia inginkan Dia akan lakukan,” karena sesungguhnya kalimat ‘seandainya’ itu membuka amalan syaitan.” (HR. Muslim)
  8. Melihat “kelebihan” bukan kekurangan diri.
    Lihatlah orang yang di bawah dari segi kehidupan dunia, misalnya dalam rezeki, karena dengan begitu kita tidak akan meremehkan nikmat Allah yang diberikan Allah kepada kita. Rasulullah SAW bersabda: “Lihatlah orang yang di bawah kamu dan jangan melihat orang yang di atas kamu karena dengan (melihat ke bawah) lebih pantas untuk kamu tidak meremehkan nikmat Allah yang dilimpahkan-Nya kepada kamu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
  9. Jangan mengharapkan ucapan terima kasih manusia. Ketika melakukan sesuatu kebaikan, jangan mengharapkan ucapan terima kasih ataupun balasan manusia. Berharaplah hanya kepada Allah.  Malah ada di antara hukama berkata, “sekiranya kita mengharapkan ucapan terima kasih daripada manusia niscaya kita akan menjadi orang yang sakit jiwa!”. Firman Allah: “Kami memberi makan kepada kalian hanyalah karena mengharap wajah Allah, kami tidak menginginkan dari kalian balasan dan tidak pula ucapan terima kasih.” (Al Insan: 9)
Allah mendefinisikan bahwa mereka yang bahagia itu adalah mereka yang berada di surga. Siapa Saja yang Berada di Surga?
“Di kala datang hari itu, tidak ada seorang pun yang berbicara, melainkan dengan izin-Nya; maka di antara mereka ada yang celaka dan ada yang berbahagia.” (TQS. 11:105)
“Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.” (TQS. 11:108)
“Dan orang-orang yang beriman (amanu) serta beramal shalih (amilu shalihat), mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya.” (TQS. 2:82)
“Dan penghuni-penghuni surga berseru kepada penghuni-penghuni neraka (dengan mengatakan): “Sesungguhnya kami dengan sebenarnya telah memperoleh apa yang Tuhan kami menjanjikannya kepada kami. Maka apakah kamu telah memperoleh dengan sebenarnya apa (adzab) yang Tuhan kamu menjanjikannya (kepadamu)?” Mereka (penduduk neraka) menjawab: “Betul”. Kemudian seorang penyeru (malaikat) mengumumkan di antara kedua golongan itu: “Kutukan Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dzalim,” (TQS.7:44 )
“Dan penghuni neraka menyeru penghuni surga: “Limpahkanlah kepada kami sedikit air atau makanan yang telah dirizkikan Allah kepadamu”. Mereka (penghuni surga) menjawab: “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya itu atas orang-orang kafir,” (TQS.7:50)
“Bagi orang-orang yang berbuat baik (ahsanu), ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya.” (TQS.10:26)
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman (amanu) dan mengerjakan amal-amal shalih (amilu shalihat) dan merendahkan diri kepada Tuhan mereka (ahbatuu ila Rabbihi) , mereka itu adalah penghuni-penghuni surga mereka kekal di dalamnya.” (TQS.11:23)
“Penghuni-penghuni surga pada hari itu paling baik tempat tinggalnya dan paling indah tempat istirahatnya (khoirun mustaqarran wa ahsanu maqilan).(TQS.25:24)
“Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan (al yauma fii sughulin faakihatin).” (TQS.36:55)
“Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (TQS.46:14)
“Mereka itulah orang-orang yang Kami terima dari mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan dan Kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama penghuni-penghuni surga, sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka.”(TQS.46:16)
“(Apakah) perumpamaan (penghuni) surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa (al-muttaqun) yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tiada berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar (arak) yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Tuhan mereka, sama dengan orang yang kekal dalam neraka dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya?” (TQS.47:15)
“Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin.” (TQS.55:56)
“Mereka tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin.” (TQS.55:74)
“Tiada sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni surga; penghuni-penghuni surga itulah orang-orang yang beruntung.” (TQS.59:20)
Apa saja akan diusahakan dan dilakukan oleh manusia untuk mencapai bahagia. Sayangnya, keinginan manusia untuk bahagia sering tidak kesampaian. Ini disebabkan manusia tidak tahu apa makna bahagia sebenarnya dan mereka juga tidak tahu bagaimanakah cara  untuk mendapatkannya. Jika kita mencari sesuatu yang tidak diketahui dan dikenali, sudah pasti kita tidak akan menemuinya. Karena itu usaha mencari kebahagiaan itu harus bermula dari mencari apa arti kebahagiaan itu terlebih dahulu.
Apakah arti bahagia? Bahagia itu relatif. Ia berubah-ubah antara seorang individu dengan yang lain. Bagi yang sakit, sehat itu dirasakan bahagia. Tetapi apabila sudah sehat, kebahagiaan itu bukan pada kesehatan lagi. Sudah beralih kepada perkara yang lain lagi. kebahagiaan itu adalah satu “moving target” yang tidak spesifik artinya.
Ada pula golongan pesimis. Mereka beranggapan bahwa tidak ada bahagia di dunia ini. Hidup adalah untuk menderita. Manusia dilahirkan bersama tangisan, hidup bersama tangisan dan akan dihantar ke kubur dengan tangisan. Bahagia adalah satu ilusi atau angan-angan. Ia tidak ujud dalam kenyataan.
Sumber itu berasal dari dalam atau luar?
Sebagian merasakan bahwa bahagia itu bersumber dari faktor luar. Ia bersumber daripada harta, kuasa, rupa, nama dan kelulusan yang dimiliki oleh seseorang. Golongan ini merasakan jika menjadi hartawan, negarawan, bangsawan, rupawan, kenamaan dan cendekiawan maka secara automatik bahagialah mereka.Manusia akan melakukan apa saja untuk memiliki harta, kuasa dan lain-lain lagi.
Pertanyaannya, apakah hidup para hartawan, rupawan, bangsawan, kenamaan dan cendekiawan itu bahagia?
Sudah menjadi “rules of life” (sunatullah), bahwa manusia tidak mendapat semua yang diingininya. Tidak ada seorang manusia pun yang dapat mengelakkan diri daripada sesuatu yang tidak disenanginya. Hidup adalah satu ujian yang menimpa semua manusia dalam hal kedudukan, harta dan pangkatnya. Firman Allah:“Dijadikan mati dan hidup adalah untuk menguji manusia siapakah yang terbaik amalannya.” Al Mulk.
Si kaya mungkin memiliki harta yang berjuta, tetapi mana mungkin dia mengelakkan diri daripada sakit, tua dan mati?  Sakit, menjadi tua, cercaan, dijatuhkan dan lain-lain ujian hidup telah menumpaskan hartawan, rupawan, negarawan dan cendekiawan dalam perlumbaan mencari kebahagiaan.
Apa buktinya, mereka tidak bahagia? Mereka yang memiliki rupa yang cantik, harta yang berbilion dolar, nama yang tersohor tetapi ternyata dilanda pelbagai masalah kronik. Mereka yang terlibat dengan arak, rumah tangga cerai berai, zinah, sakit jiwa dan bunuh diri ini sudah tentu tidak bahagia. Jika mereka bahagia dengan nama, harta dan rupa yang dimiliki tentulah mereka tidak akan terlibat dengan semua kekacauan jiwa. Tentu ada sesuatu yang “hilang” di tengah tumpukan harta, rupa yang cantik dan nama yang popular itu.
Lalu, Apakah benar ujian hidup menghilangkan rasa bahagia dalam kehidupan ini? Apakah sakit, usia tua, cercaan manusia, kemiskinan, kegagalan, kekalahan dan lain-lain ujian hidup menjadi sebab hilangnya bahagia? Jawabnya, tidak!
Jika kita beranggapan bahwa ujian hidup itu penyebab hilangnya bahagia maka kita sudah termasuk dalam golongan pesimis yang beranggapan tidak ada kebahagiaan di dunia. Mengapa begitu? Kerana hakikatnya hidup adalah untuk diuji. Itu adalah peraturan hidup yang tidak boleh dielakkan. Sekiranya benar itu penyebab hilangnya bahagia, maka tidak ada seorang pun manusia yang akan bahagia kerana semua manusia pasti diuji.
Atas dasar itu, ujian hidup bukan penyebab hilangnya bahagia. Sebagai perumpamaan, jika air jeruk nipis diletakkan di atas tangan yang biasa, maka kita tidak akan berasa apa-apa. Sebaliknya, jika air limau itu dititiskan di atas tangan yang luka maka pedihnya akan terasa. Jadi apakah yang menyebabkan rasa pedih itu? Air limau itu kah atau tangan yang luka itu? Tentu jawapannya, luka di tangan itu.
Air jeruk itu adalah perumpamaan ujian hidup, tangan yang luka itu ialah hati yang sakit. Hati yang sakit ialah hati yang dipenuhi oleh sifat-sifat takbur, hasad dengki, marah, kecewa, putus asa, dendam, takut, cinta dunia, gila puji, tamak dan lain-lain lagi. Ujian hidup yang menimpa diri hakikatnya menimbulkan sifat mazmumah yang bersarang di dalam hati. Bila diuji dengan cercaan manusia, timbullah rasa kecewa, marah atau dendam. Bila diuji dengan harta, muncullah sifat tamak, gila puji dan takbur.
Justeru, miskin, cercaan manusia bukanlah penyebab hilang bahagia tetapi rasa kecewa, marah dan tidak sabar itulah yang menyebabkannya. Ujian hidup hakikatnya hanya menyelaraskan dengan kondisi hati yang tidak bahagia lama sebelum ia menimpa seseorang.
Terbuktilah bahwa pendapat bahagia itu datang dari luar ke dalam tidak benar sama sekali. Justru “kesehatan” hati yang menentukan bahagia atau tidaknya seseorang. Ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa kebahagiaan itu datang dari dalam ke luar – soal hati.
Kebahagiaan itu ialah memiliki hati yang tenang dalam menghadapi apa juga ujian dalam kehidupan.
“Ketahuilah dengan mengingati Allah, hati akan menjadi tenang.” Al Ra’du 28.
Rasulullah S.A.W bersabda lagi: ” Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta benda tetapi kekayaan itu sebenarnya ialah kaya hati “
Kaya hati bermaksud hati yang tenang, lapang dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki – bersyukur dengan apa yang ada, sabar dengan apa yang tiada.
Hati perlu dibersihkan serta dipelihara “kesehatannya” agar lahir sifat-sifat amanah, sabar, syukur, qanaah, reda, pemaaf dan sebagainya. kebahagiaan ialah apabila hati seseorang mampu mendorong pemiliknya melakukan kebaikan dan menghindari kejahatan dan larangan yang ditentukan oleh Islam dengan mudah dan secara “auto pilot”.