Senin, 29 Februari 2016

SIKAP SEORANG MUKMIN MENGHADAPI PERSOALAN HIDUP

Permasalahan hidup sering kali menjadi alasan seseorang untuk berputus asa. Bahkan banyak di antara mereka yang menganggap bahwa masalah adalah bencana. Tidak jarang hal ini menyebabkan manusia jauh dari Allah SWT.

Upaya penyelesaian masalah terkadang justru menjerumuskan manusia dalam kesengsaraan hidup. Beberapa diantaranya menempuh jalan pintas dan tidak diridhai Allah SWT. Misalnya dengan bunuh diri, atau mencelakai dan menyusahkan orang lain. 

Islam selalu memperingatkan penganutnya agar bersabar dalam menghadapi persoalan hidup. Agama yang di bawa Rasulullah SAW ini mengajarkan umatnya agar terhindar dari kebimbangan, kebingungan dan kegelisahan. Lantas apa sikap yang seharusnya dimiliki mukmin ketika hadapi perosalan hidup? Berikut informasi selengkapnya. 

1. Menyadari Bahwa Setiap Jiwa Ada Rizkinya
Sikap pertama yang harus dimiliki oleh kaum muslim ketika melihat persoalan hidup adalah menyadari bahwa setiap jiwa itu ada rizkinya. Mungkin kita sudah banyak mendengar apabila pada zaman jahiliyah dahulu banyak orangtua yang membunuh anaknya karena merasa tidak mampu memberikan nafkah kepada mereka. 

Hal yang sama juga kerap terjadi pada zaman sekarang. Padahal Islam telah melarang perbuatan keji yang demikian. Suatu ketika, Abdullah bin Mas’ud menemui Rasulullah, lalu bertanya. “Ya Rasulullah, apakah dosa yang paling besar? Beliau menjawab, “Engkau menjadikan sekutu bagi Allah, padahal Dia yang telah menciptakanmu.”

“Kemudian apa lagi?” “Engkau membunuh anakmu karena takut ia akan makan bersamamu”. “Lalu apa lagi?” “Engkau berzina dengan istri tetanggamu” (HR. Bukhari Muslim).

Allah Ta’ala telah berfirman:

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rizki kepadamu dan kepada mereka.” (QS: al-An’am [6]: 151).

Dalam ayat yang lain Allah juga tegaskan;

”Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rizki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.” (QS: al-Israa’ [17]: 31).

Ayat di atas menujukkan bahwa Allah SWT sangat menyayangi hamba-hamba-Nya. Oleh karena itu Allah melarang umat manusia untuk membunuh anak-anak mereka. 

Jadi intinya sebagai kaum muslim kita tidak boleh takut miskin, sesulit apapun beban ekonomi yang sedang dihadapi. Seharusnya kita mampu menyikapinya dengan tepat sehingga dapat meningkatkan iman dan takwa kita sebagai kaum muslim. Selain itu, kita juga harus selalu bersabar dan ikhtiar di jalan Allah SWT. 


2. Mampu Memaknai Rizki
Selain memiliki sikap untuk menyadari bahwa setiap jiwa ada rezekinya, sebagai kaum muslim kita juga harus mempu memaknai rezeki itu sendiri. Jangan hanya beranggapan bahwa rezeki itu sebatas harta benda saja seperti pandangan orang-orang kafir. 

Akan tetapi, sadarilah bahwa rezeki itu mencakup semua hal yang ada didalam kehidupan manusia. Dapat berupa waktu, kesehatan, kesempatan, kecerdasan, istri, anak, orang tua, tetangga, teman, lingkungan, hujan, tanaman, hewan peliharaan dan masih banyak lagi. 

Oleh sebab itu, Allah SWT mengingatkan manusia bahwasanya nikmat (rezeki) yang telah Allah limpahkan ini sungguh tidak akan pernah bisa dihitung. Sebab, Allah telah menyediakan untuk umat manusia, apa saja yang manusia perlukan pada segala situasi dan kondisi.

“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS: Ibrahim [14]: 34).

Allah memang memberikan rizki kepada semua makhluk-Nya, tetapi tidak semua mendapatkan rizki yang mulia dari-Nya. Allah Ta’ala berfirman:

“Maka orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, bagi mereka ampunan dan rizki yang mulia” (QS. 22 : 50).

Terhadap ayat tersebut, Ibn Katsir mengutip pernyataan Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi. “Apabila engkau mendengar firman Allah Ta’ala (wa rizqun karim) ‘Dan rizki yang mulia,’ maka rizki yang mulia itu adalah surga.

Berdasarkan firman di atas, maka sebaik-baiknya rezeki adalah surga. Oleh karena itu, meskipun sedang menghadapi persolan hidup, kita tetap harus mengutamakan dua perkara penting yakni iman dan amal sholeh. Kedua hal inilah yang dapat mengantarkan setiap jiwa mendapatkan rezeki yang mulia. 


3. Tawakkal
Hal terakhir yang harus dilakukan muslim dalam menyikapi persolan hidup adalah dengan tawakal kepada Allah. Kita semestinya menerima segala ketetapan Allah dengan lapang dada. Allah Ta’ala berfirman:

“Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rizki” (QS. An-Nahl [16]: 71).

Terkait hal ini Imam Ghazali dalam kitab terakhirnya ‘Minhajul Abidin’ menegaskan bahwa setiap Muslim hendaknya memahami dengan baik bahwa rizki manusia itu telah dibagikan oleh Allah sebelum kita dilahirkan.

Apa yang dibagikan-Nya itu tidak dapat diganti dan tidak pula berubah. Apabila seorang Muslim menolak pembagian tersebut dan berharap agar diubah, maka berarti ia telah mendekati kekufuran.

Lebih lanjut, Imam Ghazali mengatakan, “Sesungguhnya apa yang ditakdirkan sebagai makanan yang engkau kunyah, maka tidak akan dikunyah oleh orang lain. Maka, makanlah bagian rizkimu itu dengan mulia, jangan engkau memakannya dengan hina”.

Karena Allah telah menetapkan rezeki kepada setiap makhluk-Nya. Maka tugas kita selanjutnya sebagai hamba adalah terus berikhtiar untuk menjemput rezeki tersebut. Terkait dengan sedikit atau banyaknya yang diperoleh maka berlapang dada dan bersyukurlah.

Sudah seharusnya kita menyerahkan semua kepada Allah dengan bertawakal setelah melakukan ikhtiar. Sebab tawakkal itu adalah indikasi keimanan paling nyata. “Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman” (QS. 5 : 23).

Demikianlah sikap yang harus dimiiki umat muslim ketika menghadapi persoalan hidup. Jangan jadikan masalah hidup sebagai penghambat kita untuk bertakwa kepada Allah. Sebab pada dasarnya disetiap masalah itu, Allah senantiasa memberikan jalan keluar kepada hamba-Nya yang mau berusaha.