BLOG INI.........DIPUBLIKASIKAN SEJAK 30 JANUARI 2010..........Subhanallah walhamdulillah wa laa ilaha illallah wallahu akbar....... Astaghfirullaahal 'adzhiim, walil muslimiina wal muslimaat.....Mil ladun aadama ilaa yaumil qiyaamah......Amiin yaa rabbal alamiin.....Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad.......Ya Allah, lindungilah negeri ini dari kejahatan maupun perbuatan serta persengkokolan orang-orang munafik........SEMOGA ALLAH SWT MERIDHOI AMAL & KEBAJIKAN YANG KITA LAKUKAN....AMIIN YAA RABBAL ALAMIIN...HIDUP MULIA ATAU MATI SYAHID.........

>

Minggu, 27 Februari 2011

KEAGUNGAN AKHLAK RASULULLAH


S
ejarah tak akan mampu mengingkari betapa indahnya akhlak dan budi pekerti Rasulullah tercinta, Sayyidina Muhammad Sholallohu ‘alaihi wa sallam hingga salah seorang istri beliau, Sayyidatina A’isyah Rodhiyallahuanha mengatakan bahwa akhlak Rasulullah adalah “Al-Qur’an”. Tidak satu perkataan Rasulullah merupakan implementasi dari hawa nafsu beliau, melainkan adalah berasal dari wahyu ilahi. Begitu halus dan lembutnya perilaku keseharian beliau. Rasulullah SAW adalah sosok yang mandiri dengan sifat tawadhu’ yang tiada tandingnya.


Beliau pernah menjahit sendiri pakaiannya yang koyak tanpa harus menyuruh istrinya. Dalam berkeluarga, beliau adalah sosok yang ringan tangan dan tidak segan-segan untuk membantu pekerjaan istrinya di dapur. Selain itu dikisahkan bahwa beliau tiada merasa canggung makan disamping seorang tua yang penuh kudis, kotor lagi miskin. Beliau adalah sosok yang paling sabar dimana ketika itu pernah kain beliau ditarik oleh seorang badui hingga membekas merah dilehernya, namun beliau hanya diam dan tidak marah.

Dalam satu riwayat dikisahkan bahwa ketika beliau mengimami sholat berjamaah, para sahabat mendapati seolah-olah setiap beliau berpindah rukun terasa susah sekali dan terdengar bunyi yang aneh. Seusai sholat, salah seorang sahabat, Sayyidina Umar bin Khatthab bertanya, “Ya Rasulullah, kami melihat seolah-olah baginda menanggung penderitaan yang amat berat. Sedang sakitkah engkau ya Rasulullah? “Tidak ya Umar. Alhamdulillah aku sehat dan segar.” Jawab Rasulullah. “Ya Rasulullah, mengapa setiap kali Baginda menggerakkan tubuh, kami mendengar seolah-olah sendi-sendi tubuh baginda saling bergesekkan? Kami yakin baginda sedang sakit”. Desak Sayyidina Umar penuh cemas.

Akhirnya, Rasulullahpun mengangkat jubahnya. Para sahabatpun terkejut ketika mendapati perut Rasulullah SAW yang kempis tengah di lilit oleh sehelai kain yang berisi batu kerikil sebagai penahan rasa lapar. Ternyata, batu-batu kerikil itulah yang menimbulkan bunyi aneh setiap kali tubuh Rasulullah SAW bergerak. Para sahabatpun berkata, “Ya Rasulullah, adakah bila baginda menyatakan lapar dan tidak punya makanan, kami tidak akan mendapatkannya untuk tuan?”. Baginda Rasulullah pun menjawab dengan lembut, “Tidak para sahabatku. Aku tahu, apapun akan kalian korbankan demi Rasulmu. Tetapi, apa jawabanku nanti dihadapan Allah, apabila aku sebagai pemimpin, menjadi beban bagi umatnya? Biarlah rasa lapar ini sebagai hadiah dari Allah buatku, agar kelak umatku tak ada yang kelaparan di dunia ini, lebih-lebih di akhirat nanti.

Teramat agung pribadi Rasulullah SAW, sehingga para sahabat yang ditanya oleh seorang badui tentang akhlak Rasullulah SAW, hanya mampu menangis karena tak sanggup untuk menggambarkan betapa mulia akhlak beliau SAW. Beliau diutus tidak lain untuk menyempurnakan akhlak manusia dan sebagai suri tauladan yang baik bagi umatnya sampai akhir jaman.

Ya.......Allah, berilah petunjuk kepada kami, agar senantiasa mengikuti sunah Nabi. Dan lindungilah kami, dalam menempuh perjalanan hidup ini, agar mendapatkan jalan lurus yang Engkau ridhoi.

Amin ya robbal alamin........!

Rabu, 16 Februari 2011

MENELADANI NABI

Bagi kita umat nabi Muhammad SAW, kecintaan kepada nabi tentu dengan menjadikan nabi sebagai teladan dalam kehidupan kita. Keteladanan nabi Muhammad SAW bukan lantaran kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan politik kenegaraan yang begitu besar yang dimiliki nabi. Ia menjadi teladan bagi umat manusia lantaran keluhuran budi dan akhlak yang dimiliki, "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suriteladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah." (QS. Al-Ahzab: 21).

Meneladani nabi berarti meneladani bagaimana nabi membangun rumah tangga yang memperoleh ridho Allah SWT. Nabi bersama istrinya Siti Khadijah selalu berusaha agar dapat mewujudkan dan membina rasa saling cinta mencintai, sayang menyayangi, hormat menghormati, selalu menjaga nama baik dan tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan. Nabi memelihara, mengasuh dan mendidik anak-anaknya dengan penuh tanggungjawab dan kasih sayang sehingga anak-anaknya senantiasa beriman dan bertakwa, sehingga hidupnya berguna dan berbahagia.

Nabi Muhammad SAW selalu menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada orang-orang yang dipimpinnya, selalu berusaha agar persaudaraan sesama umat Islam (ukhwah Islamiyah) terwujud, sering bermusyawarah dengan para sahabat, berusaha mengikis pengaruh kebendaan dari dalam diri kaum muslimin. Nabi Muhammad SAW adalah pemimpin yang konsekuen, teguh pendirian dalam menegakkan kebenaran dan keadilan.

Nabi Muhammad SAW juga selalu berusaha memelihara dan meningkatkan kesehatan, kebersihan dan keindahan tubuhnya secara Islami. Selalu membiasakan diri dengan akhlak terpuji dan menjauhkan diri dari akhlak tercela, serta giat beramal shaleh yang bermanfaat bagi umat. Sehingga Allah memuji Nabi: "Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung." (QS. Al-Qalam: 4).

Nabi Muhammad SAW adalah pribadi yang memiliki rasa kasih sayang yang tinggi terhadap anak-anak yatim, para fakir miskin dan orang-orang yang terlantar. Kasih sayang nabi bukan saja kepada sesama manusia, bahkan terhadap binatang dan makhluk ciptaan Tuhan lainnya.

Meneladani Nabi Muhammad SAW berarti meneladani keperibadian-Nya sebagai pemimpin yang dipercaya (amanah) bukan saja dari umat melainkan dari Allah. Kepemimpinan yang dipercaya (amanah) itu dicapai karena nabi senantiasa mengembangkan kepribadian yang mengedepankan sikap moral yang baik dan kejujuran (siddiq), meningkatkan keterampilan dan menyampaikan apa adanya (tabligh) dan mengembangkan kapasitas serta kecerdasan (fathanah).

Mencintai dan meneladani nabi bukan karena kita ingin menjadi nabi. Sebagai manusia yang tak sempurna, tidak selalu benar, serba terbatas, tak pernah luput dari segala kesalahan dan berbuat aniaya kepada sesama manusia, kita mencintai dan meneladani nabi karena ingin mendapat jaminan dan safaat dari nabi di hari kemudian. Wallahualam bisawab.


Selasa, 15 Februari 2011

CINTA KEPADA NABI

Cinta memang memiliki ekspresi yang berbeda-beda bagi setiap manusia, begitu juga cinta kepada nabi Muhammad SAW, manusia biasa yang dimuliakan Allah, pemimpin teladan umat yang diutus menjadi Rasul Allah untuk memperbaiki akhlak manusia. Nabi terakhir (khataman nabiyyin), tiada nabi setelahnya, kekasih Allah yang digelari sebagai manusia yang dipercaya Al-Amin.

Dengan segenap kerinduaan dan kecintaan yang begitu mendalam kepada nabi, kita ingin memberi catatan-catatan penting bagaimana kita mengekspresikan rasa cinta kepada nabi itu dengan pandangan dan perspektif yang lebih mendalam dalam kehidupan kita dengan meneladani keperibadian nabi Muhammad SAW.

Dalam suatu riwayat dikisahkan bagaimana kecintaan para sahabat kepada nabi. Menjelang akhir hayatnya, nabi Muhammad SAW yang tengah menderita sakit, setelah memimpin sholat Subuh, nabi berdiri di atas mimbar dan bertanya kepada para sahabat. "Wahai sahabat, kalian tahu umurku tak akan lagi panjang. Siapakah diantara kalian yang pernah merasa teraniaya oleh si lemah ini, bangkitlah sekarang untuk mengambil kisas, jangan kau tunggu hingga kiamat menjelang, kerana sekarang itu lebih baik."

Melihat semua sahabat diam, Nabi mengulangi lagi ucapannya dengan suara yang terdengar lebih keras. Masih saja para sahabat duduk tenang. Hingga ucapannya yang ketiga kalinya, seorang laki-laki berdiri menuju nabi, dialah Ukasyah Ibnu Muhsin. "Ya Rasul Allah, dulu aku pernah bersamamu di perang Badar. Untaku dan untamu berdampingan, dan aku pun menghampirimu agar dapat menciummu, wahai kekasih Allah, saat itu engkau melecutkan cambuk kepada untamu agar dapat berjalan lebih cepat, namun sesungguhnya engkau memukul lambung sampingku," ucap Ukasyah.

Mendengar ini, nabi pun menyuruh Bilal mengambil cambuk di rumah putrinya, Fatimah. Bilal tampak begitu berat menunaikan perintah nabi, Ia tak ingin cambuk yang dibawanya melecut tubuh sang kekasih, namun Ia juga tidak ingin mengecewakan nabi. Segera setelah sampai, cambuk diberikan kepada nabi dan dengan cepat cambuk berpindah ke tangan Ukasyah. Masjid seketika dipenuhi oleh gemuruh suara para sahabat.

Tiba-tiba dari barisan terdepan melesat maju sosok berwajah sendu dan berjanggut basah oleh air mata, dialah Abu Bakar dan sosok pemberani yang ditakuti para musuhnya di medan pertempuran, Umar Ibnu Khattab. Mereka berkata, "Hai Ukasyah, pukullah kami berdua, sesuka yang kau dera. Pilihlah bagian manapun yang paling kau inginkan, kisaslah kami". Duduklah kalian sahabatku, Allah telah mengetahui kedudukan kalian, begitu perintah nabi.

Melihat Abu Bakar dan Umar duduk kembali, Ali bin Abi Thalib pun berdiri di depan Ukasyah dengan berani. "Hai hamba Allah, inilah aku yang masih hidup siap menggantikan kisas Rasul. Inilah punggungku, ayunkan tanganmu sebanyak apapun, deralah aku, Allah SWT sesungguhnya tahu kedudukan dan niatmu wahai Ali, duduklah kembali," kata nabi.

"Hai Ukasyah, engkau tahu, aku ini kakak-beradik, kami adalah cucu Rasulullah, kami darah dagingnya, bukankah ketika engkau mencambuk kami, itu artinya mengkisas Rasul juga." Hasan dan Husin tampil di depan Ukasyah. Lalu nabi menegur mereka, "Wahai penyejuk mata, aku tahu kecintaan kalian kepadaku, duduklah."

Masjid kembali ditelan senyap, Ukasyah tetap tegap menghadap nabi. Kini tak ada lagi yang berdiri ingin menghalangi Ukasyah mengambil kisas. "Wahai Ukasyah, jika kau tetap berhasrat mengambil kisas, inilah ragaku," nabi selangkah mendekatinya.

"Ya Rasul Allah, saat Engkau mencambukku, tak ada sehelai kainpun yang menghalangi lecutan cambuk itu." Kemudian nabi pun melepaskan ghamisnya dan tersingkaplah tubuh suci Rasulullah. Seketika pekik takbir menggema, semua yang hadir menagis sedih.

Melihat tubuh nabi, Ukasyah langsung menanggalkan cambuk dan berhambur ke tubuh Nabi. Sepenuh cinta direngkuhnya nabi, sepuas keinginannya ia ciummi punggung nabi. Perasaan kerinduan kepada nabi ia tumpahkan pada saat itu. Ukasyah menangis gembira, berteriak haru, gemetar bibirnya berucap, "Tebusanmu, jiwaku ya Rasul Allah, siapakah yang sampai hati mengkisas manusia indah sepertimu. Aku hanya berharap tubuhku melekat dengan tubuhmu hingga Allah dengan keistimewaan ini menjagaku dari sentuhan api neraka."

Dengan penuh senyum nabi berkata, "Ketahuilah wahai manusia, siapa yang ingin melihat penduduk surga, maka lihatlah pribadi lelaki ini." Ukasyah langsung tersungkur dan bersujud memuji Allah dan para sahabat yang lain berebut mencium Ukasyah. Pekikan takbir kembali menggema. "Wahai Ukasyah berbahagialah engkau telah dijamin Nabi sedemikian pasti, bergembiralah engkau, karena engkau menjadi salah satu yang menemani Rasul Allah di surga," kata para sahabat.


Wahyu Triono KS
Jl. Bhayangkara No. 9A PGS Cimanggis, Depok







TIME IS SWORD